RSS

Ideologi Nasionalisme dan Perkembangannya

credit: www.eramuslim.com



1.      Konsep Dasar Nasionalisme
Nasionalisme berasal dari kata nation (Inggris) dan natie (Belanda), yang berarti bangsa. Bangsa adalah sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah tertentu dan memiliki hasrat serta kemampuan untuk bersatu, karena adanya persamaan nasib, cita-cita, dan tujuan.
Secara etimologi: Nasionalisme berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu paham kebangsaan yang mengandung makna kesadaran dan semangat cinta tanah air; memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan bangsa; memiliki rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurangberuntungan saudara setanah air, sebangsa dan senegara; persatuan dan kesatuan.

Menurut Ensiklopedi Indonesia: Nasionalisme adalah sikap politik dan sosial dari sekelompok bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan dengan meletakkan kesetiaan yang mendalam terhadap kelompok bangsanya. Nasionalisme dapat juga diartikan sebagai paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan negara (nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Hans Kohn mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu paham, yang berpendapat bahwa kesetiaan tertinggi suatu individu harus di serahkan kepada negara kebangsaan. Menurut Kohn, dahulu kesetiaan orang tidak di tunjukkan kepada negara kebangsaan, melainkan ke pelbagai macam bentuk kekuasaan sosial, organisasi politik, atau raja feodal, dan kesatuan ideologi seperti misalnya, suku atau klan, negara kota, atau raja feodal, kerajaan dinasti, gereja atau golongan keagamaan. Berabad lamanya cita dan tujuan politik bukanlah negara- kebangsaan, melainkan setidak-tidaknya dalam teori: imperium yang meliputi seluruh dunia, melingkupi berbagai bangsa dan golongan- golongan etnis di atas dasar peradaban yang sama serta untuk menjamin perdamaian bersama.
Nations, menurut Kohn merupakan buah hasil tenaga hidup dalam sejarah dan karena itu selalu bergelombang dan tak pernah membeku. Nations (bangsa-bangsa) merupaka golongan-golongan yang beraneka ragam dan tidak terumuskan secara eksak. Kebanyakan bangsa-bangsa itu memiliki faktor-faktor objektif tertentu yang membuat mereka berbeda dari bangsa lainnya, misalnya persamaan turunan, bahasa, daerah, kesatuan politik, adat istiadat, dan tradisi atau persamaan agama.
Akan tetapi tidak ada sesuatu yang hakiki untuk menentukan ada tidaknya atau untuk merumuskan bangsa itu. Namun nasionalisme tetap menyatakan bahwa negara kebangsaan adalah cita- cita dan bentuk sah dari organisasi politik dan bangsa adalah sumber daripada semua tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikan kepada negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan tegaknya kedaulatan negara dan bangsa.
2.      Perkembangan Nasionalisme di Eropa
Nasionalisme, pada awalnya muncul di Eropa. Gejala ini telah mengambil bentuknya yang jelas pada abad XIX. Nasionalisme ini di dalam pertumbuhannya di sana, menyokong politik imperealisme negara mereka masing-masing (Eropa). Paham nasionalisme berkembang dan menyebar dari Eropa keseluruh dunia pada abad ke 19 dan 20. Pada intinya nasionalisme muncul karena adanya persamaan sikap dan tingkah laku dalam memperjuangkan nasib yang sama.
Nasionalisme timbul menjadi kekuatan penggerak di Eropa Barat dan Amerika Utara pada abad ke 18 selanjutnya paham ini tumbuh dan berkembang ke seluruh Eropa pada abad ke 19, hingga awal abad ke 20. Pada abad ke 20, nasionalisme menjalar dan berkembang ke wilayah Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Dengan adanya hal tersebut, pada abad ke 19 dapat disebut zaman pertumbuhan dan perjuangan nasionalisme modern Asia, Afrika, dan Amerika Latin, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya telah melahirkan banyak negara merdeka di dunia.
Tumbuh dan berkembangnya nasionalisme modern, pada dasarnya disebabkan karena struktur sosial tradisional dengan sistem hubungan yang didasarkan pada persamaan-persamaan yang bersifat primordialistik itu dipandang tidak cocok lagi dengan perkembangan keadaan alam dan zaman karena basis dasarnya dinilai terlalu konservatif dan dapat menimbulkan hal-hal yang bersifat chauvinistik atau nasionalisme yang berlebihan, antagonistik, serta ketertutupan negara terhadap pengaruh negara lain. Selain itu, sebab lain lahirnya nasionalisme adalah penaklukkan negara bangsa lain oleh negara tertentu yang mengakibatkan kesengsaraan bagi masyarakat negara bangsa yang ditaklukkan. Oleh sebab itu, nasionalisme sering diasosiasikan sebagai ekspansinisme, imperialisme, dan peperangan.
Tumbuh dan berkembangnya pemikiran nasionalisme modern tidaklah dipelopori oleh kalangan politikus atau negarawan, tetapi oleh para ahli ilmu pengetahuan dan budayawan seperti pelopor dan pemikir nasionalisme modern di Eropa Barat antara lain John Locke, J.J Rousseau, John Gottfried Herder dan lain-lain. Beberapa negara-negara yang penting itu berebut wilayah di tanah-tanah Asia dan Afrika. Negara-negara nasional seperti Jerman, Prancis, Inggris, Italia bertarung memperebutkan rejeki di Asia dan Afrika. Dengan demikian terlihatlah bahwa watak nasionalisme Eropa pada tahap itu adalah agresif dan sering juga sovinistis (Dekker, 1997:13).  Negara-negara Eropa yang melaksanakan imperealisme dan kolonialisme dengan menduduki tanah jajahan. Nasionalisme negeri jajahan, sasaran pokoknya melawan imperialisme. Nasionalisme di tanah jajahan itu bersifat revolusioner. Nasionalisme ini tidak hanya menginginkan lenyapnya penindasan politik saja, tetapi juga penindasan sosial ekonomi. Dengan demikian tampaklah perbedaan watak nasionalisme Eropa dengan nasionalisme Asia.
Perbedaan ini ditentukan oleh situasinya yang berlainan dan juga oleh faktor politik-sosial-ekonomi di negara masing-masing. Karena adanya perbedan dan kategori nasionalisme pada umumnya (Eropa dan Asia), maka ada pula orang (Halkema Kohl) yang menanamkan nasionalisme yang tumbuh di daerah kolonial-kolonial itu (khususnya Asia) dengan nama Colonial Nasionalism atau nasionalisme kolonial.  Istilah itu menimbulkan asosiasi pikiran yang negative terhadap nasionalisme yang tumbuh di Asia. Adanya predikat kolonial untuk suatu gerakan yang didukung oleh mereka yang terjajah, dengan tujuan yang positif, sukar diterima. Karena itu nasionalisme yang berkembang di Asia lebih tepat diberi nama Nasionalisme Asia. Nasionalisme timur lahir dalam masyarakat yang terobsesi akan apa yang telah dicapai oleh Barat tetapi secara budaya mereka tidak dilengkapi oleh prakondisi-prakondisi modernitas yang memadai. Pada satu sisi, nasionalisme Timur merupakan emulasi dari apa yang telah terjadi di barat. Di sisi lain, nasionalisme juga menolak dominasi barat.
Menurut Hertz (Nasionality in History and Politics) (1951) di dalam nasionalisme, setidaknya ada dua unsur yang penting yaitu persatuan dan kemerdekaan(Dekker, 1997:13). Dua hal ini sukar dipisahkan. di satu pihak kemerdekaan memerlukan adanya persatuan bangsa dan di lain pihak persatuan memerlukan adanya kemerdekaan. Tanpa kemerdekaan sangat sukar membina persatuan dan sebaliknya tanpa persatuan sulit mencapai kemerdekaan. Khusus terhadap corak inti penjajahan dari nasionalisme, harus diingat bahwa yang dibenci bukan orang atau bangsa asing, tetapi faham yang mereka laksanakan (imperealisme).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa nasionalisme itu merupakan suatu paham rasa cinta dan setia terhadap negara yang ditunjukkan oleh rasa ingin bersatu. Dalam dunia Timur (daerah yang terjajah oleh Eropa) nasionalisme merupakan kebangkitan dari rakyat jajahan untuk mendapatkan kemerdekan dan mendirikan negara yang bebas dan merdeka dari penjajahan. Sedangkan nasionalisme Barat bangkit dari reaksi masyarakat yang merasakan ketidaknyamanan budaya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akibat kapitalisme dan industrialisme. Budaya mereka memungkinkan mereka menciptakan sebuah kondisi yang dapat mengakomodasi standar-standar modernitas.
Ada dua macam nasionalisme, antara lain:
  1. Nasionalisme dalam arti sempit: paham kebangsaan yang berlebihan dengan memandang bangsa sendiri lebih tinggi (unggul) dari bangsa lain. Paham ini sering disebut dengan istilah “Chauvinisme”. Chauvinisme pernah dianut di Italia (masa Bennito Mussolini); Jepang (masa Tenno Haika) dan Jerman (masa Adolf Hitler).
  2. Nasionalisme dalam arti luas: paham kebangsaan yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu terhadap bangsa dan tanah airnnya dengan memandang bangsanya itu merupakan bagian dari bangsa lain di dunia. Nasionalisme arti luas mengandung prinsip-prinsip: kebersamaan; persatuan dan kesatuan; dan demokrasi (demokratis).

3.      Perkembangan Nasionalisme di Indonesia

Nasionalisme Indonesia pada hakikatnya adalah ruh dan semangat yang menggerakkan untuk bangkit melawan penindasan ekonomi, politik, sosial-budaya serta pertahanan dan keamanan dari cengkraman penguasa kolonial. Hal ini tidak terlepas dari keinginan yang besar untuk mendirikan sebuah Indonesia merdeka (Supriyono, 2008:11). Artinya, Indonesia yang berdaulat penuh secara politik, ekonomi, sosial-budaya serta perahanan dan keamanan. Nasionalisme inilah yang menjadi dasar munculnya tekad untuk berbangsa, bernegara, berbahasa, bertumpah darah satu yakni Indonesia, sebagaimana ditegaskan dalam sumpah pemuda 1928. Semangat satu bangsa, bahasa dan bertumpah darah itu terus menggumpal hingga titik puncak terwujudnya jembatan mas pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan yang berhasil diperjuangkan itu, hanyalah satu tahapan awal dari cita-cita dan tujuan perjuangan, yakni untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
Namun sayang, cita-cita dan tujuan mulia itu masih jauh dari realitasnya. pemimpin-pemimpin Indonesia dari masa ke masa selalu mengkhianati amanat penderitaan rakyat. Perlu sekali adanya penghidupan kembali semangat proklamasi. Ungkapan Bung Karno, pada peringatan Hari Ulang Tahun RI yang ke-5 tahun 1950 amat tepat untuk dihidupkan kembali. “Semangat Proklamasi adalah semangat rela berjuang, berjuang mati-matian dengan penuh idealism dan dengan mengesampingkan segala kepentingan diri sendiri. Semangat Proklamasi adalah semangat persatuan, persatuan yang bulat-mutlak dengan tiada pengecualikan sesuatu golongan dan lapisan. Semangat Proklamasi adalah semangat membentuk dan membangun, membentuk dan membangun negara dari ketiadaan, dari kenihilan dan lain tak lain tak bukan ialah karena kita ikhlas berjuang dan berkorban, karena kita mutlak bersatu, karena kita tak segan mengucurkan keringat untuk membentuk dan membangun. Dan manakala sekarang tampak tanda-tanda kelunturan degenerasi, kikislah bersih semua kuman-kuman kelunturan dan degenerasi itu, hidupkan kembali Semangat Proklamasi”.
Dalam situasi serba nestapa dan keterjajahan ini, tidak lain kita harus menghidupkan kembali semangat proklamasi Indonesia yang menjadi dasar, spirit untuk melawan kolonialisme-imperialisme dan feodalisme oleh bangsa sendiri. Semangat proklamasi sebagai sandaran nasionalisme bangsa Indonesia amat sentral perannya dalam mendorong bangkitnya bangsa Indonesia. Karena itu harus menggelorakan terus-menerus semangat, paham, kesadaran nasionalisme di jiwa, hati, pikiran dan tindakan kita.
Masuknya tentara Jepang ke Indonesia pada tahun 1942 mendapat sambutan baik dari penduduk setempat. Tokoh-tokoh nasionalis Indonesia seperti Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta bersedia melakukan kerja sama dengan pihak Pemerintahan Pendudukan Jepang. Faktor yang mempengaruhi kerjasama tersebut yaitu kebangkitan bangsa-bangsa Timur dan ramalan Joyoboyo yang hidup di kalangan rakyat. Dalam ramalan Joyoboyo dikatakan bahwa akan datang wong kate yang akan menguasai Indonesia selama umur jagung dan sesudah itu kemerdekaan akan tercapai. Faktor lain yaitu diperkenalkan pendidikan Barat kepada orang-orang pribumi oleh pemerintah Hindia Belanda.
Sebelum Perang Dunia II telah terjadi hubungan antara tokoh-tokoh nasional Indonesia dan pihak Jepang. Diantaranya yaitu Gatot Mangkupraja dan Moh.Hatta.Setelah berkunjung ke Jepang pada akhir tahun 1933, Gatot mempunyai keyakinan bahwa Jepang dan gerakan-gerakan Asianya mendukung pergerakan nasional Indonesia. Menurut George Kanahele (1969) menyatakan bahwa meskipun keyakinan nasionalisme Moh.Hatta mendalam dan tidak mudah dipengaruhi, tetapi Moh. Hatta sedikit bersimpati terhadap Jepang. Moh.Hatta tidak mengecam tantangan dinamis Jepang terhadap rongrongan dari pihak Negara-negara Barat.
Soekarno dan Moh. Hatta bersedia untuk bekerja sama dengan Jepang didasarkan pada keyakinan kedua tokoh tersebut terhadap ketulusan Jepang dalam janjinya untuk mendukung kemerdekaan Indonesia. Soekarno menyebutkan bahwa Jepang dalam keadaan kuat sedangkan Indonesia dalam keadaan lemah. Oleh karena itu, bantuan Jepang diperlukan oleh rakyat Indonesia untuk mencapai cita-citanya.
Soekarno-Hatta dan Sjahrir, tiga pemimpin nasionalis senior pada waktu itu sepakat untuk bergerak pada dua jalur. Soekarno dan Hatta menggunakan jalur kerja sama dengan pihak Jepang, sedangkan Sjahrir menggunakan jalur nonkooperasi. Pada masa pendudukan Jepang, kaum nasionalis tidak mendapat tekanan melainkan menjalin kerja sama dengan pihak Jepang, hal tersebut berbeda pada masa penjajahan Hindia Belanda. Kerja sama kaum nasionalis Indonesia dengan pihak Jepang didahului dengan tindakan Pemerintah Militer Jepang yang secara berangsur-angsur membebaskan pemimpin nasionalis Indonesia.
Tindakan Pemerintah Militer Jepang tersebut bertolak dari anggapan bahwa kaum nasionalis Indonesia sangat berpengaruh kepada masyarakatnya sehingga mereka perlu mengadakan kerja sama dengan pihak nasionalis untuk memudahkan pengerahan potensi rakyat bagi usaha perangnya. Hatta menyatakan kesediaannya berdasarkan penegasan dari pemerinta Militer Jepang yang bertujuan untuk tidak menjajah Indonesia, melainkan membebaskan sekalian bangsa Asia dari dominasi negara-negara barat.
Dampak lain dari nasionalisme di Indonesia dalam berbangsa dan bernegara adalah memajukan ekonomi negara. Dengan majunya ekonomi Indonesia, maka Indonesia kembali jaya dan patut dibela dari ancaman musuh. Majunya ekonomi juga akan meningkatkan kebangsaan dan rasa cinta pada Indonesia. Pengaruh agama yang dianut oleh bangsa Indonesia juga memberikan watak terhadap nasionalismenya. Penghargaan atas manusia dalam kedudukan sama derajat, sesuai dengan ajaran agama, demikian pula corak nasionalisme Indonesia, yang tetap menjunjung tinggi martabat manusia tersebut.
Sesuai dengan pengertian dari nasionalisme di atas yang sudah disebutkan yaitu ciri pokok dari kebangkitan. Indonesia adalah negara di Asia yang khususnya berada di Asia Tenggara yang dijajah oleh bangsa Eropa salah satunya adalah Belanda, membuktikan nasionalismenya atas keinginannya merdeka dan lepas dari belenggu penjajah. Tanpa adanya rasa nasionalisme Indonesia tidak akan pernah merdeka sampai sekarang. Kemerdekaan Indonesia ini adalah bukti bahwa nasionalisme telah ada pada diri bangsa Indonesia. Adanya keinginan kuat untuk melawan bangsa penjajah (Eropa) agar tidak terus-menerus dikuasai oleh penjajah. Misalnya saja yang sudah disebutkan di atas yaitu proklamasi, untuk membawa Indonesia merdeka, diperlukan proses yang panjang untuk merumuskan naskah proklamasi, bendera pusaka, dll.


Daftar Pustaka:
Abdullah, Taufik. 2001. Nasionalisme dan Sejarah. Bandung: CV. Satya Historika.
Agung S., Leo. 2002. Sejarah Intelektual. Salatiga: Widya Sari Press.
Ley, C. 1997 .Nasionalisme Dalam Wawasan Kebangsaan. Jakarta: Badan Pendidikan dan Pelatihan Deparrtemen Dalam Negeri.
Admin. 2009. Proses Kelahiran dan Perkembangan Nasionalisme di Indonesia. Tersedia di: http://vhe210.wordpress.com/2009/10/14/proses-kelahiran-dan-perkembangan-nasionalisme-di-indonesia/ (Diakses pada tanggal 4 November 2014)

0 komentar:

Posting Komentar