credit: san-15.blogspot.com |
1. Konsep
Dasar Kapitalisme
Kapitalisme merupakan sistem perekonomian yang menekankan
peran Capital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang
yang digunakan dalam produksi barang lainnya. Beberapa ahli mendefinisikan kapitalisme sepertihalnya
Ebenstein, menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih
dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme
sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Hayek, memandang
kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi. Menurut Ayn Rand,
kapitalisme adalah “a social system based
on the recognition of individual rights, including property rights, in which
all property is privately owned”. (Suatu sistem sosial yang berbasiskan
pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan
adalah milik privat).
Heilbroner, secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi
sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik. Logika
formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan
perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan konfigurasi-konfigurasi
kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah “formasi sosial” yang diperkenalkan
oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas
menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif,
tradisional, kapitalisme, post-kapitalisme).
Keadaan kemudian berubah ketika gelombang industrialisasi
melanda negara-negara Eropa Barat. Di dalam masyarakat tradisional tersebut
terjadi perubahan, dimana sistem ekonomi bersekala kecil mulai diguncang oleh
adanya industrialisasi sebagai sistem ekonomi bersekala besar.
Sebenarnya industrialisasi itu muncul karena pengaruh zaman
Renaissance yang melanda Eropa pada abad ke-15 hingga abad 19, yaitu pada masa
perkembangan perbankkan komersial di eropa ada zaman dahulu. Dimana sekelompok
individu maupun kelompok luas dapat bertindak sebagai badan tertentu yang dapat
memiliki maupun melakukan perdagangan
benda milik pribadi, terutama barang modal, seperti tanah dan manusia guna
proses perubahan dari barang modal menjadi barang jadi. Untuk mendapatkan modal-moda
tersebut maka para kapitalis tersebut harus mendapatkan bahan baku dan mesin
terlebih dahulu. Baru setelah itu buruh menjadi operator atau tenaga produktif
agar para kapitalis bisa mendapatkan nilai lebih dari bahan baku tersebut.
2. Perkembangan
Kapitalisme
1. Kapitalisme
Awal
Kapitalisme mempunyai sejarah panjang yang mana
sejak ditemukannya sistem perniagaan yang dilakukan oleh pihak swasta. Di
Eropa, hal ini dikenal dengan sebutan guild sebagai cikal bakal kapitalisme.
Kapitalisme merupakan cara pandang dalam menjalani kegiatan ekonominya. Hal
tersebut bisa dilihat pada Merkantilisme berkembang pada abat ke-15 sampai abad
18, dan berasal dari kata merchand
yang artinya pedagang. Walaupun para
ahli masih meragukan apakah merkantilisme benar merupan suatu aliran/madzhab
atau bukan, namun aliran ini memiliki dampak yang besar dalam perkembangan
teori ekonomi. Aliran ini timbul pada masa ketika perdagangan antar negara
semakin berkembang pesat. Kalau di masa sebelumnya masyarakat dapat mencukupi
kebutuhannya dengan dengan memproduksi sendiri, pada masa merkantilisme ini
berkembang paham bahwa jika sebuah negara hendak maju, maka negara tersebut
harus melakukan perdagangan dengan negara lain, surplus perdagangan berupa emas
dan perak yang diterima merupakan sumber kekayaan Negara.
Dalam bukunya yang berjudul “England Treasure by Foreign Trade” Thomas Mun menulis tentang manfaat
perdagangan luar negeri. Ia menjelaskan bahwaperdagangan luar negeri akan
memperkaya negara jika menghasilkan surplus dalam bentuk emas dan perak.
Keseimbangan perdagangan hanyalah perbedaan antara apa yang di ekspor dan apa
yang di impor. Ketika negara mengalami surplus perdagangan, ini berarti ekspor
lebih besar daripada impor. Lebih lanjut Thomas Mun menjelaskan bahwa
perdagangan domestik tidak dapat membuat negara lebih makmur, karena perolehan
logam mulia dari seorang warga negara adalah sama dengan hilangnya logam mulia
dari warga negara yang lain. Dengan meningkatkan persedian uang domestik
sebagai hasil dari surplus perdagangan ternyata dapat juga memunculkan bahaya
karena orang akan terpancing untuk membeli lebih banyak barang-barang mewah.
Hal ini menyebabkan harga barang dalam negeri akan naik dan pada akhirnya akan
mengurangi ekspor karena barang-barang yang diproduksi di dalam negeri
akan terlalu mahal bila dijual di luar negeri. Konsekuensi ini bisa dihindari
yaitu dengan melakukan investasi kembali. Reinvestasi ini akan menciptakan
lebih banyak barang untuk diekspor. Thomas Mun mengakui bahwa betapa pentingnya
investasi modal dan Ia memandang keseimbangan perdagangan merupakan sebuah cara
untuk mengumpulkan modal produktif.
Ajaran merkantilisme dominan sekali diajarkan di
seluruh sekolah Eropa pada awal periode modern (dari abad ke-15 sampai
ke-18, era dimana kesadaran bernegara sudah mulai timbul). Peristiwa ini
memicu, untuk pertama kalinya, intervensi suatu negara dalam mengatur
perekonomiannya yang akhirnya pada zaman ini pula sistem kapitalisme mulai lahir. Kebutuhan akan pasar yang diajarkan
oleh teori merkantilisme akhirnya mendorong terjadinya banyak peperangan
dikalangan negara Eropa dan era imperialisme Eropa akhirnya dimulai. Sistem
ekonomi merkantilisme mulai menghilang pada akhir abad ke-18, seiring dengan
munculnya teori ekonomi baru yang diajukan oleh Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations, ketika sistem
ekonomi baru diadopsi oleh Inggris, yang notabene saat itu adalah negara
industri terbesar di dunia.
2.
Kapitalisme Klasik
Pada fase
ini terjadi pergeseran perilaku para kapitalis yang semula hanya perdagangan
publik, ke wilayah yang mempunyai jangkauan lebih luas yaitu industri. Pada
masa Revolusi Industri yaitu merupakan perubahan radiakal struktur masyarakat
agraris ke industri serta perubahan penggunaan sarana produksi dari tenaga
manusia ke tenaga mesin. Transformasi dari dominasi modal perdagangan ke
dominasi modal industri yang seperti itu merupakan ciri Revolusi Industri di
Inggris. Perubahan dalam cara menentukan pilihan tekhnologi dan cara
berorganisasi berhasil memindahkan industri dari pedesaan ke sentra-sentra
perdagangan lama di perkotaan selama Revolusi Industri. Akumulasi kapital yang
terus menerus membengkak selama dua atau tiga abad mulai menunjukkan hasil yang
baik pada abad 18. Penerapan praktis dari ilmu pengetahuan teknis yang tumbuh
selama berabad-abad dapat sedikit demi sedikit dilakukan. Kapitalisme mulai
menjadi penggerak bagi perubahan teknologi karena akumulasi modal memungkinkan
penggunaan berbagai inovasi.
Tepat pada
fase ini kapitalisme mulai meletakkan dasarnya yaitu laissez-faire, laissez-passer sebagai doktrin mutlak Adam Smith.
Dillar menerangkan bahwa perkembangan kapitalisme pada fase kedua ini
semata-mata menggunakan argumentasi ekonomis. Perkembangan ini tentu saja
menjadi parameter keberhasilan bagi kaum borjuis dalam struktur sosial
masyarakat. Kesuksesan ekonomis berimbas pada kesuksesan di bidang politik,
yaitu hubungan antara kapitalis dan Negara. Proses ini menguntungkan
kapitalisme terutama dalam penentuan gaya eksplorasi, eksploitasi dan perluasan
daerah kekuasaan sebagai lahan distribusi produksi. Periode kapitalisme klasik
erat kaitannya dengan karya Adam Smith An Inquiry into The Nature and Causes of
The Wealth Nations (1776) melalaui karya ini terdapat analisa bahwa kapitalisme
kuno sudah berakhir dan bergeser menjadi kapitalisme klasik.
3.
Kapitalisme Lanjut
Kapitalisme
lanjut dijelaskan mulai berkembang sejak abad 19, tepatnya tahun 1914, Perang
Dunia I sebagai momentum utama. Abad 20 ditandai oleh perkembangan kapitalisme
yang sudah tidak lagi bisa disebut sebagai kapitalisme tradisional. Kapitalisme
fase lanjut sebagai peristiwa penting ini ditandai paling tidak oleh tiga
momentum. Pertama, pergeseran dominasi modal dari Eropa ke Amerika. Kedua,
bangkitnya kesadaran bangsa-bangsa di Asia dan Afrika terhadap kolonialisme
Eropa sebagai ekses dari kapitalisme klasik, yang kemudian memanifestasikan
kesadaran itu dengan perlawanan. Ketiga, Revolusi Bolzhevik Rusia yang
berhasrat meluluhlantakkan institusi fundamental kapitalisme yang berupa
pemilikan kapital secara individu atas penguasaan sarana produksi, struktur
kelas sosial, bentuk pemerintahan dan kemapanan agama. Dari sana kemudian
muncul ideologi tandingan, yaitu komunisme.
Kapitalisme
abad 20 berhasil tampil meliuk-liuk dengan performance yang selalu bergerak
mengadaptasikan kebutuhan umat manusia pada zaman dan situasi lingkungannya.
Fleksibilitas ini sukses membawa kapitalisme sebagai akhir ideologi (The End of Ideology) yang mengantarkan
umat manusia tidak hanya menuju gerbang yang penuh pesona ekstasi melainkan
juga pada gerbang yang berpeluang besar untuk kehancuran umat manusia. Produk
lain yang ditunjukkan oleh kapitalisme lanjut adalah sedemikian menjamurnya
korporasi-korporasi modern. Korporasi sudah tidak lagi bergerak di bidang
industri manufaktur, melainkan jasa dan informasi. Ia berusaha mendominasi
dunia dengan kecanggihan tekhnologi serta orientasi menghadapi ekonomi global.
Ia lazim berbentuk MNC/TNC (MultiNational
Corporation/Trans National Corporation). Kehadirannya semakin mempertegas
bahwa pelaku aktifitas ekonomi sesungguhnya bukanlah institusi Negara,
melainkan para pengusaha bermodal besar. Sebab hanya dengan modal mereka bisa
melakukan kegiatan ekonomi apa dan di mana saja.
Dengan
semakin pentingnya modal, peranan Negara menjadi tereduksi, tapi juga hilang
sama sekali. Negara hanya sekedar menjadi aktor pelengkap (Complement Actor) saja dalam percaturan ekonomi dunia, meski dalam
beberapa kasus peran Negara tetap dibutuhkan sebagai fasilitator untuk
mendukung roda ekonomi yang sedang diputar kapitalis. Inilah yang dinubuat Galbraith
dengan mengatakan bahwa korporasi modern menerapkan kekuasaan melalui
pemerintahan. Para kapitalis ini tetap membutuhkan keterlibatan Negara untuk
memfasilitasi setiap produk yang dipasarkan. Hubungan simbiosis mutualisme ini
selanjutnya menjadi karakter dasar dari kapitalisme lanjut. Peristiwa ini
menyebabkan para pakar menyebut bahwa kapitalisme lanjut adalah kapitalisme
monopoli atau kapitalisme kroni (crony
capitalism).
Sementara
menurut pandangan Clauss Offe dalam Habermas, sejauh kegiatan Negara diarahkan
pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, politik selalu menampilkan sifat
negatif yang khas. Politik diarahkan untuk mengatasi disfungsionalitas dan
menghindari resiko-resiko yang membahayakan sistem. Politik tidak diupayakan
untuk merealisasikan tujuan-tujuan, melainkan pada pemecahan masalah-masalah
teknis. Kegiatan Negara dibatasi hanya pada persoalan-persoalan teknis yang
bisa dipecahkan secara administratif sehingga dimensi praksisnya hilang. Hubungan faktor politik-kapitalis dengan melakukan
kolaborasi adalah cara pandang Keynes, dan persoalan itu susah untuk
dihindarkan. Keynes sangat tertarik pada keseluruhan adegan sosial dan politik
yang diproduksi secara bersamaan. Ia memandang teori ekonomi sebagai suatu alat
kebijakan politik. Ia membelokkan apa yang disebut metode ilmu ekonomi klasik
yang bebas nilai untuk melayani tujuan dan target mental, dan untuk itu ia
membuat ilmu ekonomi menjadi persoalan politik dengan cara yang berbeda.
Akumulasi
modal sekarang tidak sekedar menjadi kebiasaan. Ia telah menjadi sebuah hukum,
di balik nuansa ini, tersimpan keniscayaan akan adanya alienasi bagi mereka,
para kelompok mayoritas seperti buruh, petani dan perempuan. Kita menyadari
bahwa kapitalisme model baru menyimpan keniscayaan atas penindasan kelompok
mayoritas. Segitiga konspirasi ala O’Donnel sampai hari ini masih relevan dalam
menjelaskan mekanisme ketertindasan struktural rakyat. Secara empiris
konspirasi itu dapat dilihat dari bagaimana kebijakan-kebijakan Negara
terbentuk atas pengaruh kepentingan TNC. Tiga pilar neo klasik, TNC/MNC, World
Bank/IMF, dan WTO berjalan linier, sevisi, setujuan menuju kepentingan yang
sama, yakni liberalisasi pasar. Di samping itu ketiga institusi itu adalah
kekuatan terbesar dunia abad ini. Sehingga kita tidak pernah menemukan
kebijakan internasional yang tanpa memuat kepentingan ketiganya. Kita memang
bisa menyadari bahwa kapitalisme lanjut tidak hanya dipahami sesederhana itu.
Jika hujatan terpedas hari ini pada kapitalisme diserangkan oleh kelompok Marx
dengan asumsi konflik kelas, sesungguhnya saat ini kita juga menyaksikan
bagaimana kapitalisme menghadapinya dengan dada terbuka.
Cita-cita
Marx yang tertuang dalam kata-kata msayarakat tanpa kelas, justru secara
mengejutkan, bukan terjadi dalam masyarakat komunisme, melainkan dalam
masyarakat kapitalisme. Konsep pilihan publik (public choice) yang mencoba mengagregasikan kebutuhan-kebutuhan
individu berhadapan dengan Negara, justru pada akhirnya mampu menciptakan
masyarakat tanpa kelas. Maka pada saat kapitalisme, dalam kaitannya dengan
Negara, mampu memelihara Negara dengan mengupayakan reinventing government,
bukan barang mustahil apabila masyarakat tanpa kelas adalah milik kapitalisme,
bukan komunisme. Masyarakat tanpa kelas ternyata gagal dipraktekkan oleh
komunisme. Barangkali inilah yang disebut sebagai akhir sejarah itu, threshold capitalism.
3. Perkembangan
Kapitalisme di Indonesia
Susunan
kapital Indonesia yang prematur ini dikarenakan penjajah yang terlalu lama
mengeksploitasi sumber daya alam Indonesia, sehingga orang Indonesia belum
dapat menggunakan sumber daya alamnya dengan maksimal. Terdapat beberapa faktor
internal yang juga memengaruhi prematurnya sistem kapitalisme di Indonesia.
Faktor perbedaan bentang alam Indonesia, misalnya. Pulau Jawa memiliki lebih
banyak lahan pertanian dan Pulau Sumatera memiliki lebih banyak lahan yang
mengandung sumber daya alam, seperti besi dan minyak tanah. Dengan demikian,
mesin perindustrian modern yang kini lebih berkembang di Pulau Jawa,
sesungguhnya lebih tepat jika digunakan untuk mengembangkan Pulau Sumatera.
Selain itu, sistem kapitalis menyebabkan perpindahan penduduk. Penduduk yang
tadinya berada di desa berpindah ke kota karena tingginya tingkat kebutuhan
tenaga kerja di kota-kota besar. Hal ini menyebabkan pertumbuhan kapitalisme di
Indonesia tidak merata. Susunan kapitalisme Indonesia selanjutnya terus
berkembang, namun tidak secara alami (Malaka, 2008: 48). Berbeda dengan Amerika
Utara dan Eropa yang kapitalismenya muncul dan berkembang secara alami,
perkembangan kapitalisme di Indonesia disebabkan oleh pengaruh penjajah asing
yang mengeksploitasi kekayaan Indonesia untuk memuaskan kepentingan pihak asing
tersebut. Hal ini menghasilkan kemajuan ekonomi Indonesia yang tidak teratur
seperti semestinya. Sampai saat ini, Indonesia belum dapat menghasilkan
barang-barang untuk penduduknya sendiri maupun untuk perdagangan luar negeri.
Mesin-mesin pertanian, keperluan rumah tangga, serta bahan-bahan produksi yang
dipakai oleh rakyat Indonesia mayoritas tidak dibuat oleh tangan sendiri
(Malaka, 2008: 49).
Kemerdekaan
yang diperoleh bangsa Indonesia tak lantas membuat kapitalisme di Indonesia
hilang. Pada masa kemerdekaan dan pada masa Orde Lama, ekonomi Indonesia lemah.
Oleh sebab itu, pada masa Orde Baru, Presiden Soeharto dengan rezimnya
menerapkan kebijakan-kebijakan yang ditujukan untuk pembangunan nasional dan
kesejahteraan ekonomi. Dalam praktiknya, rezim Soeharto membuat kapitalisme di
Indonesia semakin kuat. Pembangunan besar-besaran membuat para investor asing
tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Tatanan Orde Baru di bawah
pimpinan Presiden Soeharto mencerminkan suatu bentuk pemerintahan oligarki yang
menempatkan golongan-golongan dengan power yang kuat atau penguasa sebagai
pengambil keuntungan untuk memenuhi kepentingannya (Robinson & Hadiz, 2004:
42-3). Dalam KTT APEC di Bogor tahun 1994, Presiden Soeharto menyatakan bahwa
siap atau tidak siap, Indonesia akan memasuki perdagangan bebas. Momentum
inilah yang menjadi cikal bakal perdagangan bebas di Indonesia hingga kini.
Para investor asing yang membanjiri pasar usaha Indonesia semakin mendesak para
investor pribumi. Persaingan serta sistem pemerintahan oligarki menjadi sebab
terjadinya krisis ekonomi dan inflasi di tahun 1997-1998, hingga akhirnya
Presiden Soeharto mundur dari jabatannya (Pusat Penelitian Politik, 2009),
meninggalkan jejak-jejak kapitalisme di Indonesia.
Kapitalisme
yang terus bertumbuh di Indonesia ini, tidak lepas dari pengaruh kolonialisme
Belanda. Kedatangan VOC sampai pada masa diberlakukannya sistem tanam paksa
merupakan akar dari kapitalisme di Indonesia. Kekejaman sistem tanam paksa yang
dilakukan Belanda merupakan bentuk dari praktik kapitalisme, yakni Belanda yang
memeras kekayaan pribumi demi memenuhi kepentingan pemeritahannya pada saat
itu. Keadaan yang demikian disebut sebagai politik perampok bangsa Belanda.
Politik tersebut pula yang kemudian memusnahkan benih-benih industri bumiputera
modern (Malaka, 2008: 49). Setelah sistem tanam paksa dihapuskan dan setelah
kemerdekaan, kapitalisme di Indonesia berkembang dengan bentuk imperialisme
baru. Modal-modal asing mulai masuk ke Indonesia pada masa Orde Baru, yang
setelah beberapa waktu menimbulkan kesenjangan antara masyarakat yang memiliki
modal dengan yang tidak memiliki modal. Meskipun perkembangan pembangunan dan
ekonomi Indonesia semakin maju, banyak dampak negatif yang bahkan dapat
dirasakan sampai sekarang. Di antaranya kesenjangan kelas-kelas sosial dan efek
penyelewengan yang dilakukan oleh Soeharto. Banyaknya modal yang masuk membuat
Soeharto memakai uang tersebut bukan lagi untuk rakyat melainkan untuk
kepentingannya sendiri. Pemikiran kolonialisme yang hanya menguntungkan
pihak-pihak tertentu dan memiskinkan pihak-pihak yang lain mencerminkan
dipengaruhinya kapitalisme Indonesia oleh kolonialisme Belanda.
Sampai saat
ini, kapitalisme masih terus berkembang di Indonesia. Kekayaan sumber daya
Indonesia masih dieksploitasi oleh negara-negara lain. Selain itu, terdapat
banyak fenomena yang menggambarkan bahwa kapitalisme masih eksis di Indonesia,
di antaranya banyak pemilik modal yang mengeruk kekayaan untuk kepentingannya
sendiri sehingga menyebabkan kesenjangan yang semakin besar antara kelas-kelas
sosial yang ada. Penulis menyimpulkan bahwa pada awalnya, struktur kapital di
Indonesia masih prematur atau rentan. Seiring berjalannya waktu, serta dengan
pengaruh yang datang dari luar maupun dalam Indonesia, kapitalisme terus
berkembang, bahkan sampai saat ini. Salah satu faktor yang memengaruhi
berkembangnya pemikiran dan praktik kapitalisme adalah ‘contoh’ yang dapat kita
lihat pada masa penjajahan Belanda. Menurut penulis, perkembangan kapitalisme
pada zaman modern ini juga terjadi karena pengaruh neoliberalisme yang semakin
kuat. Gencarnya pasar bebas dan masalah Freeport adalah beberapa contoh semakin
berkuasanya modal asing di Indonesia.
4. Pendapat
Mengenai Kapitalisme
Mengutip pendapat Ebenstein
bahwa Kapitalisme merupakan sistem
perekonomian yang menekankan peran Capital (modal), yakni kekayaan dalam segala
jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya. Dia menyebut kapitalisme sebagai sistem
sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan
perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme, yang artinya
bahwa kapitalisme membuat setiap orang untuk memiliki kebebasan yang luas untuk
mengembangkan usaha ekonominya.
Jadi, pendapat saya mengenai kapitalisme adalah saya
menyetujui adanya dan berlangsungnya kapitalisme. Pada pemahaman kapitalisme
telah dijelaskan bahwa kapitalisme menekankan pada usaha individualisme dalam
pribadi setiap individu, dimana kebebasan menjadi hal yang sangat dijunjung
tinggi dalam perekonomian kapitalisme. Kapitalisme yang telah ada saat ini
membawa dampak pada dengan mudahnya hal-hal yang ingin diperoleh para individu,
dengan membawa kemudahan, kepraktisan, dan keefisienan waktu.
Daftar
Pustaka:
Malaka, Tan, 2008. “Kapitalisme Indonesia”, dalam Aksi Massa. Yogyakarta: Penerbit
Narasi, pp.45-54.
Toni Triyanto.
2014. Sejarah Perkembangan Kapitalisme.
Tersedia di: http://smi-semarang.blogspot.com/2014/02/sejarah-perkembangan-kapitalisme.html (diakses pada tanggal 5 Oktober 2014)
Admin. 2014. Sejarah dan Perkembangan Kapitalisme di
Indonesia. Tersedia di: http://rizka-meilinda-fisip13.web.unair.ac.id/artikel_detail-101749-Studi%20Strategis%20Indonesia%20I-Sejarah%20dan%20Perkembangan%20Kapitalisme%20di%20Indonesia.html (diakses pada tanggal 4 Oktober 2014)
0 komentar:
Posting Komentar