1. Konsep
Dasar Liberalisme
Liberalisme atau Liberal adalah sebuah ideologi,
pandangan filsafat,
dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan
dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama.Secara umum, liberalisme
mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir
bagi para individu. Paham liberalisme
menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern, liberalisme akan
dapat tumbuh dalam sistem demokrasi, hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan
pada kebebasan mayoritas.
Ada tiga hal
yang mendasar dari Ideologi Liberalisme yakni kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and Property). Dibawah ini,
adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai dasar Liberalisme:
- Kesempatan yang sama. (Hold the Basic Equality of All Human Being). Bahwa manusia mempunyai kesempatan yang sama, di dalam segala bidang kehidupan baik politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan. Namun karena kualitas manusia yang berbeda-beda, sehingga dalam menggunakan persamaan kesempatan itu akan berlainan tergantung kepada kemampuannya masing-masing. Terlepas dari itu semua, hal ini (persamaan kesempatan) adalah suatu nilai yang mutlak dari demokrasi.
- Dengan adanya pengakuan terhadap persamaan manusia, dimana setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pendapatnya, maka dalam setiap penyelesaian masalah-masalah yang dihadapi baik dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan kenegaraan dilakukan secara diskusi dan dilaksanakan dengan persetujuan, dimana hal ini sangat penting untuk menghilangkan egoisme individu.(Treat the Others Reason Equally.)
- Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah. Pemerintah tidak boleh bertindak menurut kehendaknya sendiri, tetapi harus bertindak menurut kehendak rakyat.(Government by the Consent of The People or The Governed)
- Berjalannya hukum (The Rule of Law). Fungsi Negara adalah untuk membela dan mengabdi pada rakyat. Terhadap hal asasi manusia yang merupakan hukum abadi dimana seluruh peraturan atau hukum dibuat oleh pemerintah adalah untuk melindungi dan mempertahankannya. Maka untuk menciptakan rule of law, harus ada patokan terhadap hukum tertinggi (Undang-undang), persamaan dimuka umum, dan persamaan sosial.
- Yang menjadi pemusatan kepentingan adalah individu.(The Emphasis of Individual)
- Negara hanyalah alat (The State is Instrument). Negara itu sebagai suatu mekanisme yang digunakan untuk tujuan-tujuan yang lebih besar dibandingkan negara itu sendiri. Di dalam ajaran Liberal Klasik, ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya dianggap, dapat memenuhi dirinya sendiri, dan negara hanyalah merupakan suatu langkah saja ketika usaha yang secara sukarela masyarakat telah mengalami kegagalan.
- Dalam liberalisme tidak dapat menerima ajaran dogmatisme (Refuse Dogatism). Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632-1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.
Liberalisme
adalah sebuah ideologi
yang mengagungkan kebebasan. Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme
Klasik dan Liberallisme Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16.
Sedangkan Liberalisme Modern mulai muncul sejak abad ke-20.
2.
Perkembangan
Liberalisme
Pemikiran liberal (liberalisme) adalah satu nama di antara nama-nama
untuk menyebut ideologi Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja
dan Renaissans yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut
liberal, yang secara harfiah berarti “bebas dari batasan” (free from restraint), karena liberalisme menawarkan konsep
kehidupan yang bebas dari pengawasan gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini
berkebalikan total dengan kehidupan Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan
raja mendominasi seluruh segi kehidupan manusia.
Menurut Sukarna (1981) ada tiga hal yang mendasar dari Ideologi
Liberalisme yakni Kehidupan, Kebebasan dan Hak Milik (Life, Liberty and
Property). Dibawah ini, adalah nilai-nilai pokok yang bersumber dari tiga nilai
dasar Liberalisme tadi:
·
Hold the Basic Equality of All Human Being (Kesempatan yang sama)
·
Treat the Others Reason Equally
(Perlakuan yang sama)
·
Government by the Consent of The People or The Governed (Pemerintahan dengan
persetujuan dari yang diperintah)
·
The Rule of Law (Berjalannya hukum)
·
The Emphasis of Individual (Yang
menjadi pemusatan kepentingan adalah individu)
·
The State is Instrument (Negara
hanyalah alat)
·
Refuse Dogatism (Tidak dapat menerima ajaran dogmatisme).
Hal ini disebabkan karena pandangan filsafat dari John Locke (1632-1704) yang menyatakan bahwa semua pengetahuan itu didasarkan pada
pengalaman. Dalam pandangan ini, kebenaran itu adalah berubah.
Ada dua macam Liberalisme, yakni Liberalisme Klasik dan Liberallisme
Modern. Liberalisme Klasik timbul pada awal abad ke 16. Sedangkan Liberalisme
Modern mulai muncul sejak abad ke-20. Namun, bukan berarti setelah ada
Liberalisme Modern, Liberalisme Klasik akan hilang begitu saja atau tergantikan
oleh Liberalisme Modern, karena hingga kini, nilai-nilai dari Liberalisme
Klasik itu masih ada. Liberalisme Modern tidak mengubah hal-hal yang mendasar,
hanya mengubah hal-hal lainnya atau dengan kata lain, nilai intinya (core
values) tidak berubah hanya ada tambahan-tanbahan saja dalam versi yang baru.
Jadi sesungguhnya, masa Liberalisme Klasik itu tidak pernah berakhir (Sukarna,
1981).
Dalam Liberalisme Klasik, keberadaan individu dan kebebasannya sangatlah
diagungkan. Setiap individu memiliki kebebasan berpikir masing-masing yang akan
menghasilkan paham baru. Ada dua paham, yakni demokrasi (politik) dan
kapitalisme (ekonomi). Meskipun begitu, bukan berarti kebebasan yang dimiliki
individu itu adalah kebebasan yang mutlak, karena kebebasan itu adalah
kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan (Sukarna, 1981). Jadi, tetap ada
keteraturan di dalam ideologi ini, atau dengan kata lain, bukan bebas yang
sebebas-bebasnya.
Pemikiran liberal mempunyai akar sejarah sangat panjang dalam sejarah
peradaban Barat yang Kristen. Munculnya ideologi ini disebabkan karena ketatnya
peraturan sehingga membuat kekuasaan bersifat otoriter, tanpa memberikan
kebebasan berpikir kepada rakyatnya. Salah satu yang menganut ideologi
liberalisme adalah Amerika. Kebebasan telah muncul sejak adanya manusia di
dunia, karena pada hakikatnya manusia selalu mencari kebebasan bagi dirinya
sendiri. Bentuk kebebasan dalam politik pada zaman dahulu adalah penerapan
demokrasi di Athena dan Roma. Tetapi, kemunculan liberalisme sebagai sebuah
paham pada abad akhir abad 17, berhubungan dengan runtuhnya feodalisme di
Eropa dan dimulainya zaman Renaissance, lalu diikuti dengan gerakan politik
masa Revolusi Prancis.
Pada tiga abad pertama Masehi, agama Kristen mengalami penindasan di
bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65). Kaisar Nero
bahkan memproklamirkan agama Kristen sebagai suatu kejahatan (Idris, 1991:74).
Menurut Abdulah Nashih Ulwan (1996:71), pada era awal ini pengamalan agama
Kristen sejalan dengan Injil Matius yang menyatakan,”Berikanlah kepada Kaisar
apa yang menjadi milik Kaisar dan berikanlah kepada Tuhan apa yang menjadi
milik Tuhan” (Matius, 22:21).
Namun kondisi tersebut berubah pada tahun 313, ketika Kaisar Konstantin
mengeluarkan dekrit Edict of Milan untuk melindungi agama Nasrani. Selanjutnya
pada tahun 392 keluar Edict of Theodosius yang menjadikan agama Nasrani sebagai
agama negara (state-religion) bagi Imperium Romawi. (Husaini, 2005:31). Pada
tahun 476 Kerajaan Romawi Barat runtuh dan dimulailah Abad Pertengahan
(Medieval Ages) atau Abad Kegelapan (Dark Ages). Sejak itu Gereja Kristen mulai
menjadi institusi dominan. Dengan disusunnya sistem kepausan (papacy power)
oleh Gregory I (540-609 M), Paus pun dijadikan sumber kekuasaan agama dan
kekuasaan dunia dengan otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh sendi
kehidupan, khususnya aspek politik, sosial, dan pemikiran. (Idris, 1991:75-80;
Ulwan, 1996:73).
Abad Pertengahan itu ternyata penuh dengan penyimpangan dan penindasan
oleh kolaborasi Gereja dan raja/kaisar, seperti kemandegan ilmu pengetahuan dan
merajalelanya surat pengampunan dosa. Maka Abad Pertengahan pun meredup dengan
adanya upaya koreksi atas Gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja
(1294-1517), dengan tokohnya semisal Marthin Luther (1546), Zwingly (1531), dan
John Calvin (1564). Gerakan ini disertai dengan munculnya para pemikir
Renaissans pada abad XVI seperti Machiaveli (1528) dan Michael Montaigne
(1592), yang menentang dominasi Gereja, menghendaki disingkirkannya agama dari
kehidupan, dan menuntut kebebasan.
Selanjutnya pada era Pencerahan (Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan
untuk memisahkan agama dari kehidupan semakin mengkristal dengan tokohnya
Montesquieu (1755), Voltaire (1778), dan Rousseau (1778). Puncak penentangan
terhadap Gereja ini adalah Revolusi Perancis tahun 1789 yang secara total akhirnya
memisahkan Gereja dari masyarakat, negara, dan politik.
Dimana hal tersebut berawal dari kaum Borjuis, Perancis pada abad ke-18 sebagai reaksi protes terhadap kepincangan yang
telah berakar lama di Perancis. Sebagai akibat
warisan sejarah masa lampau, di Perancis
terdapat pemisahan dan perbedaan yang tajam sekali antara golongan I dan II
yang memiliki berbagai hak tanpa kewajiban dan golongan III yang tanpa hak dan
penuh dengan kewajiban. Golongan Borjuis mengajak seluruh rakyat untuk
menentang kekuasaan raja yang bertindak sewenang-wenang dan kaum bangsawan
dengan berbagai hak istimewanya guna mendapatkan kebebasan berpolitik,
berusaha, dan beragama. Gerakan ini diilhami oleh pendapat Voltaire,
Montesquieu, dan J.J. Rousseau. Gerakan liberalisme akhirnya meningkat menjadi
gerakan politik dengan meletusnya Revolusi Perancis.
3.
Perkembangan
Liberalisme di Indonesia
Perkembangan
zaman dan globalisasi sebagai salah satu pengaruh yang menyebabkan perkembangan
liberalisme masuk yang mampu mempengaruhi sektor-sektor yang ada di Indonesia.
Hal ini memiliki unsur yang berkaitan dengan penjajahan dan kolonialisme.
Terlebih lagi hal-hal itu juga berkaitan dengan adanya perang dunia maka
terjadinya paham baru yang bernama liberalisme juga ada unsur berkaitan dengan perang
dunia. Kemajuan paham-paham yang ada di dunia ini merupakan salah satu bukti
pemikiran manusia yang kadang tertekan dengan paham atau aliran yang telah ada
lebih dulu di banding dengan aliran baru ini. Aliran liberalisme merupakan
aliran yang tumbuh akibat dari tekanan dari dogma agama yang senantiasa
mempengaruhi masyarakat pada masa itu. Masyarakat mulai tidak nyaman dengan
adanya peraturan yang mengutamakan agama dan gereja padahal jika di telaah
namanya juga kehidupan dan itu akan membuahkan pemikiran-pemikiran yang baru.
Munculnya banyak filsuf juga salah satu bukti akan memunculan paham liberalisme
ini. Liberalisme adalah aliran yang lahir dari tekanan dogma agama dan geraja. Liberalisme
aliran Adam Smith ialah satu-satunya tugas negara yakni memelihara ketertiban
umum dan menegakkan hukum agar kehidupan ekonomi bisa berjalan dengan lancar (Notosusanto.
2010: 374).
Pengaruh
liberalisme juga sedikit banyak telah berkembang di Indonesia bahkan itu
terjadi pada masa kolonialisme. Hal ini terlihat dari beberapa bidang yang
dijadikan sentral dalam masa kolonialisme tersebut. Banyak kegiatan- kegiatan
bidang tertentu yang telah mengarahkan kondisi Indonesia pada asas yang
menekankan aliran liberalisme. Terlebih lagi jika dilihat dari sejarah negara
Belanda, Belanda merupakan salah satu negara yang menerapkan asas liberalisme
dalam kehidupannya.Itu yang menjadi pengaruh besar terhadap perkembangan
liberalisme di Indonesia. Perkembangan liberalisme di mulai sejak masa
kolonialisme. Apalagi ditambah dengan politik baru yang diterapkan di Indonesia
yakni demokratis juga memberikan warna baru dalam berkembangnya liberalisme.
Dalam (Notosusanto. 2010: 371) mengatakan bahwa “sistem ekonomi kolonial antara
tahun- tahun 1870 dan 1900 pada umumnya di sebut sistem liberalisme, maksudnya
pada masa tersebut untuk pertama kalinya sejarah kolonial paham liberalisme di
terapkan dalam bidang ekonomi dalam sektor permodalan dan perkebunan.
a.
Dalam
Bidang Ekonomi
Belanda
pertama datang ke Indonesia
pada tahun 1596, yang diawali dengan ekspedisi, yang dilakukan oleh Cornelis de
Hotman dengan tujuan mencari rempah-rempah dan melakukan
penjelajahan.Kolonisasi yang dilakukan bangsa Belanda di Indonesia dimulai
sejak VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799, wilayah jajahan VOC diambil
oleh pemerintah kolonial Belanda.
Sehingga untuk menjalankan roda pemerintahan di
Indonesia, pemerintah Perancis (yang waktu itu menguasai Belanda) mengirimkan
Deandles di Indonesia.
Secara
umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya
pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama. Dalam masyarakat modern,
liberalisme akan dapat tumbuh dalam sistem demokrasi,
hal ini dikarenakan keduanya sama-sama didasarkan pada kebebasan mayoritas.
Liberalisme terlihat jelas dalam masa pemerintahan Belanda terutama pada sektor
ekonomi yang berkembang.
Sesuai
dengan tuntutan kaum liberal, maka pemerintah kolonial segera memberikan
peluang kepada usaha dan modal swasta untuk sepenuhnya menanamkan modal mereka
dalam berbagai usaha dan kegiatan di Indonesia, terutama di daerah perkebunan
besar di Jawa maupun di luar Jawa. Dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria
tahun 1870, Indonesia memasuki zaman penjajahan baru. Sejak tahun 1870 di
Indonesia telah diterapkan opendeur politiek, yaitu politik pintu terbuka
terhadap modal-modal swasta asing. Selama periode tahun 1870 dan 1900 Indonesia
terbuka bagi modal swasta Barat, karena itulah maka masa ini sering disebut
zaman liberalisme (Marwati Djoened. 1993).
Di
samping modal swasta Belanda sendiri, modal swasta asing lain juga masuk ke
Indonesia, misalnya modal dari Inggris, Amerika, Jepang, dan Belgia.
Modal-modal asing tersebut tertanam pada sector-sektor pertanian dan
pertambangan, antara lain karet, teh, kopi, tembakau, tebu, timah dan minyak. Akibatnya
perkebunan-perkebunan dibangun secara luas dan meningkat pesat. Misalnya, perkebunan
tebu sejak tahun 1870 mengalami perluasan dan kenaikan produksi yang pesat,
khususnya di Jawa. Demikian pula perkebuunan teh dan tembakau mengalami
perkembangan yang pesat. Sejak semula tembakau telah ditanam di daerah Yogyakarta
dan Surakarta. Sejak tahun 1870 perkebunan itu diperluas sampai ke daerah
Besuki (Jawa Timur) dan daerah Deli (Sumatra Timur). Hasil-hasil bumi penting
yang lainnya adalah kina, kakao, kapas, minyak sawit, gambir, minyak serai,
karet, dll. Lalu dibuka pula pertambangan mas, timah, dan minyak (Pane, Sanusi.
1980).
Selama
perang Jawa berlangsung pihak Belanda memikirkan berbagai rencana. Semuannya
memiliki sasaran umum, yaitu bagaimana Belanda memperoleh keuntungan dari
daerah tropis dalam jumlah dan harga yang tepat. Pemikiran orang Belanda sejak
pemikirannya ketika akan melakukan pelayaran. Dengan sistem azas liberal yang
telah di miliki oleh Belanda, dengan mudah menepatkan koloninya dengan azas
yang sama pula. Pada tahun tahun 1829 Johannes van den Bosch (1780-1844)
menyampaikan kepada raja Belanda mengenai usulan-usulan yang dikenal dengan
sistem culturestelsel (sistem
penanaman). Bulan Januari 1830 van de Bosch tiba di Jawa sebagi Gubernur
Jenderal yang baru. Rencana van de Bosch bahwa setiap desa harus menyisihkan
sebagian dari tanahnya guna komoditi ekspor untuk dijual kepada pemerintah
kolonial dengan harga yang pasti dan menguntungkan bagi kolonial (Ricklefs.
1981). Dalam teorinya setiap pihak akan memperoleh keuntungan dari sistem ini.
Desa masih memiliki tanah yang cukup luas untuk kegunaannya sendiri dan akan
mendapatkan penghasilan dalam bentuk tunai.
b.
Dalam
Bidang Politik
Penjajahan
merupakan salah satu awal munculnya aliran atau paham baru yang ada di
Indonesia. Hal itu di bawa secara paksa melalui kolonialisme khususnya oleh
pemerintah kolonial Belanda. Prinsip negara telah muncul dalam UUD Belanda pada
taun 1855 ayat 119 yang menyatakan bahwa pemerintah bersikap netral erhadap
agama, artinya tidak memihal satu atau bahkan mencapuri urusan agama itu
sendiri. Hal ini juga di kenal dengan paham sekular yang menjadi akar
kemunculan paham liberalisme (Noer. 1991). Bahkan prinsip dari sekular itu
dapat dilihat melalui rekomendasi Snouck Hurgronje kepada pemerintah kolonial
melalui Islam Politik, yakni kebijakan pemerintah kolonial dalam menangani
masalah islam di Indonesia. Kebijakan ini menindas islam sebagai ekspresi
politik, inti islam politik (Pieor. 1924 dalam Suhelmi 2007) ialah:
·
Dalam bidang ibadah
murni, pemerintah hendaknya memberikan kebebasan, sepanjang tidak menganggu
kekuasaan pemerintah Belanda
·
Dalam bidang
kemasyarakatan, pemerintah hendaknya memanfaatkan adat istiadat atau
kebiasaan rakyat agar rakyat bisa mendekati Belanda.
·
Dalam bidang politik
atau kenegaraan, pemerintah harus mencegah setiap upaya yang akan membawa
rakyat pada fanatisme
Dengan
berjalannya politik etis di Indonesia yang di laksanakan oleh pemerintah
kolonial Belanda di awal abad XX semakin menekankan liberalisme di Indonesia. Salah
satu bentuk kebijakan yang di terapkan oleh kolonial Belanda ialah unifikasi,
upaya mengikat negeri jajahan atau koloninya dengan penjajahnya, jadi bisa di
pastikan negara koloni itu terikat oleh negara jajahan dengan menyampaikan
kebudayaan Barat kepada orang Indonesia. Pendidikan, sebagaimana menjadi cara
yang tepat agar rakyat Indonesia dengan pemikiran penjajah memiliki
perspektif yang cenderung sama (Noer. 1991: 183). Bahkan dengan kemerdekaan Indonesia
pada tahun 1945 seharusnya menjadi momentum yang tepat untuk menghapus
penjajahan secara total, termasuk mancabut pemikiran sekular-liberal yang
ditanamkan oleh penjajah. Namun entah kenapa kemerdekaan ini hanya di jadikan
sebagai pergantian rezim yang berkuasa, bukan mengganti sistem atau ideologi
penjajah itu sendiri. Pemerintahan memang berganti, tapi ideologi tetap
sekular-liberal.
Akibat Liberalisme Terhadap Kehidupan Rakyat
Indonesia Pelaksanaan politik liberal membawa
akibat sebagai berikut:
·
Kemerosotan tingkat
kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20 setiap
keluarga untuk satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih
dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Penduduk
hidup dalam kemiskinan.
·
Krisis perkebunan tahun
1885 akibat jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk bagi penduduk. Krisis
ini juga mengakibatkan perusahaan-perusahaan mengadakan penghematan, misalnya
dengan jalan menekan uang sewa tanah dan upah kerja di perkebunan dan
pabrik-pabrik.
·
Sistem perpajakan yang
sangat memberatkan penduduk.
·
Dalam mengurusi
pemerintahan di daerah luar Jawa selama abad ke 19, pemerintah Belanda
mengerahkan beban dan keuangannya dari daerah Jawa, sehingga tidak secara
langsung Jawa harus menanggung beban kekurangan untuk pembiayaan
pemerintah Belanda terutama dalam perang-perang kolonial untuk menguasai daerah
tersebut.
·
Adanya pertambahan
penduduk yang meningkatnya dalam abad ke 19. Sementara itu jumlah produksi
pertanian menurun.
·
Menurunnya usaha
kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barag-barang impor dari
Eropa.
·
Pengangkutan dengan
gerobak menjadi merosot penghasilannya setelah adanya kereta api.
·
Rakyat menderita akibat
diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman berat (Poenale Sanctie).
4.
Pendapat
Mengenai Liberalisme
Paham liberalisme adalah paham kebebasan yang
diserukan oleh kaum intelektual di Eropa sebagai bentuk penolakan dari
kekuasaan Gereja dan berkembangnya paham feodalisme di Eropa saat Abad
Pertengahan. Namun, perkembangannya terjadi dengan pesat pada saat memasuki
abad ke-19.
Pendapat saya mengenai ideologi liberalisme adalah
tidak setuju, karena menurut saya dengan terus meluasnya ajaran kebebasan dalam
kehidupan tentu saja akan mempengaruhi keseimbangan yang ada. Dan yang akan
terjadi adalah tidak beraturannya segala sistem yang harusnya menjadi tolak
kontrol dalam kehidupan manusia. Bila, manusia dibiarkan bebas saja tanpa ada
pengontrol kebebasan tersebut, maka manusia akan melakukan semua hal semaunya
dan sesukanya tanpa memandang pandangan orang lain ataupun pendapat orang lain.
Daftar
Pustaka
Notosusanto, Nugroho. 2010. Sejarah
Nasional Indonesia Jilid IV. Jakarta: Balai Pustaka
Pane, Sanusi.1980. Sejarah Indonesia Jilid
II. Jakarta: Balai Pustaka.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 1993. Sejarah Nasional Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Ricklefs, H.C. 1981. Sejarah Indonesia
Modern, diterjemahkan oleh Dharmono Hardjowidjono. Yogyakata: Gajah Mada
Univesity Press.
Sukarna. 1981. Ideologi: Suatu Studi
Ilmu Politik. Bandung: Penerbit Alumni
Admin. 2014. SEJARAH PERKEMBANGAN LIBERALISME DAN PENGARUHNYA TERHADAP POLITIK DAN
EKONOMI INDONESIA. Tersedia di: http://mbambunggers.blogspot.com/sejarah-perkembangan-liberalisme-dan-pengaruhnya-terhadap-politik-dan-ekonomi-indonesia.html
(diakses pada tanggal 28 September 2014)
0 komentar:
Posting Komentar